Selasa, 09 April 2013

JOHN CALVIN

John Calvin (10 Juli 1509 – 27 Mei 1564) adalah seorang teolog Kristen berkebangsaan Prancis yang terkemuka pada masa Reformasi Protestan. Namanya kini dikenal dalam sistem teologi Kristen yang disebut Calvinisme. Ia lahir dengan nama Jean Chauvin di Noyon, Picardie, Prancis.


Biografi
Masa kecil John Calvin sering dihubungkan dengan Charles de Hangest, salah seorang dari twelve Peers of France (dua belas bangsawan tertinggi di Prancis yang memerintah di Ngoyon). Calvin dikenal memiliki hubungan yang dekat dengan beberapa anggota keluarga Hangest. Karena kedekatannya dengan keluarga Hangest, Calvin otomatis memiliki sikap dan pembawaan layaknya seorang aristokrat. Di usianya yang ke-14, ayah Calvin yang berprofesi sebagai seorang pengacara, mengirimnya ke Universitas Paris untuk belajar humaniora dan hukum. Konon, Calvin berangkat ke Prancis bersama dengan tiga pemuda dari keluarga Hangest. Pada tahun 1532, ia telah menjadi Doktor Hukum di Orléans. Terbitan karya ilmiahnya yang pertama adalah sebuah komentar mengenai De Clementia (sebuah buku karya seorang filsuf Romawi yang bernama Seneca).

Pada tahun 1536, ia berupaya untuk menuju ke Basel. Namun, William Farel (seorang tokoh reformator pada masa itu) membujuk Calvin untuk menetap di Jenewa. Calvin menjadi pendeta di Strasbourg tahun 1538-1541, lalu kembali tinggal di Jenewa hingga akhir hayatnya.

Calvin berniat menikah untuk menunjukkan sikap positifnya terhadap pernikahan. Ia meminta teman-temannya untuk mencarikan seorang wanita yang sederhana, taat, tidak sombong, tidak boros, sabar, dan bisa merawat kesehatan Calvin. Pada tahun 1539, ia akhirnya menikah dengan seorang janda yang bernama Idelette de Bure. Idelette mempunyai seorang anak laki-laki dan perempuan dari almarhum suaminya. Namun, hanya anak perempuannya yang pindah bersama ke Jenewa.

Pada tahun 1542, pasangan Calvin dianugerahi seorang anak lelaki. Sangat disayangkan bahwa bayi tersebut meninggal dunia dua minggu kemudian. Idelette Calvin meninggal pada tahun 1549. Calvin menulis bahwa istrinya telah banyak menolong dalam pelayanan gerejanya, tidak pernah menghalangi, tidak pernah menyusahkan Calvin dengan urusan anak-anaknya, dan berjiwa besar.

Karya Tulis Calvin
Calvin menerbitkan beberapa revisi dari Institutio (sebuah karya yang menjadi dasar dalam teologi Kristen yang masih dibaca hingga saat ini). Revisi ini dibuat oleh Calvin dalam bahasa Latin pada tahun 1536 dan kemudian dalam bahasa Prancis pada tahun 1541. Ia juga banyak menulis tafsiran mengenai Alkitab. Untuk Perjanjian Lama, ia menerbitkan tafsiran tentang semua kitab kecuali kitab-kitab sejarah setelah Kitab Yosua (meskipun ia menerbitkan khotbah-khotbahnya berdasarkan Kitab I Samuel). Untuk Perjanjian Baru, ia melewatkan kitab Wahyu.

Sebagian orang berpendapat bahwa Calvin mempertanyakan kanonisitas kitab Wahyu. Walau demikian, belakangan ia mengutip kitab Wahyu dalam karya tulisnya yang lain dan mengakui otoritasnya. Tafsiran-tafsiran ini pun ternyata tetap berharga bagi para peneliti Alkitab dan masih terus diterbitkan setelah lebih dari 400 tahun.

Dalam jilid ke-8 dari Sejarah Gereja Kristen karya Philip Schaff, Calvin mengutip seorang teolog Belanda yang bernama Jacobus Arminius. Arminianisme merupakan sebuah gerakan anti-Calvinisme yang dipelopori oleh Arminius untuk menentang karya-karya tulis Calvin. Berikut adalah kutipan Calvin yang ditentang oleh Arminius.
"Selain mempelajari Alkitab yang sangat saya anjurkan, saya mengimbau murid-murid saya untuk memanfaatkan tafsiran-tafsiran Calvin, yang saya puji jauh melebihi Helmich (seorang tokoh gereja Belanda, 1551-1608). Karena saya yakin bahwa ia sungguh tidak tertandingi dalam penafsiran Kitab Suci dan bahwa tafsiran-tafsirannya harus jauh lebih dihargai daripada semua yang telah diwariskan kepada kita oleh khazanah para Bapak Gereja, sehingga saya mengakui bahwa ia memiliki jauh dari kebanyakan orang lain, atau lebih tepatnya, jauh melampaui semua orang, apa yang dapat disebut sebagai semangat nubuat yang menonjol. Institutio-nya harus dipelajari setelah Katekismus Heidelberg, karena mengandung penjelasan yang lebih lengkap. Namun demikian, seperti karya tulis orang secara umum, karya tulisnya juga menimbulkan prasangka."

Penyebaran Calvinisme
Sebagaimana praktik Calvin di Jenewa, terbitan-terbitannya menyebarkan gagasan-gagasan tentang bagaimana Gereja Reformasi yang benar ke berbagai bagian di Eropa. Calvinisme menjadi sistem teologi dari mayoritas Gereja Kristen di Skotlandia, Belanda, dan bagian-bagian tertentu dari Jerman dan berpengaruh di Prancis, Hongaria, dan Polandia.

Kebanyakan kolonis di daerah Atlantik Tengah dan New England di Amerika adalah Calvinis, termasuk kaum Puritan dan para kolonis di New Amsterdam (New York). Para kolonis Calvinis Belanda juga merupakan kolonis Eropa pertama yang berhasil di Afrika Selatan pada awal abad ke-17 dan disebut sebagai orang Boer atau Afrikaner.

Sebagian besar wilayah Sierra Leone dihuni oleh para kolonis Calvinis dari Nova Scotia, yang pada umumnya adalah kaum loyalis kulit hitam, yaitu orang-orang kulit hitam yang berperang untuk Britania Raya pada masa Perang Kemerdekaan Amerika.

Sebagian dari gereja-gereja Calvinis yang paling besar dimulai oleh para misionaris abad ke-19 dan abad ke-20; khususnya di Indonesia, Korea, dan Nigeria.

Kapitalisme
Sebagian orang menganggap Calvinisme merupakan revolusi permusuhan terhadap profit(keuntungan). Calvin mengungkapkan pikirannya tentang riba dalam sebuah suratnya kepada seorang teman yang bernama Oecolampadius. Dalam surat ini, ia mengecam penggunaan ayat-ayat Alkitab tertentu oleh orang-orang yang menentang pemberlakuan bunga uang. Calvin menafsirkan kembali ayat-ayat tersebut dan mengatakan bahwa ayat-ayat lain sudah tidak relevan lagi, mengingat kondisi-kondisi yang telah berubah.

Calvin juga menolak argumen (yang didasarkan pada tulisan-tulisan Aristoteles) bahwa mengambil bunga uang adalah keliru, karena uang sendiri itu mandul. Ia mengatakan bahwa dinding dan atap rumah pun mandul, tetapi orang diizinkan meminta bayaran dari seseorang yang menggunakannya. Dalam cara yang sama, uang pun dapat dimanfaatkan.

Namun demikian, Calvin juga berkata bahwa uang harus dipinjamkan kepada orang-orang yang sangat membutuhkannya tanpa harus mengharapkan bunga.

Jenewa yang Diperbarui
Pada saat perang Ottoman, Calvin sedang melakukan perjalanan ke Strasbourg. Ketika singgah di Jenewa, William Farel meminta Calvin agar menolongnya mengenai urusan gereja. Tentang permohonan Farel ini, Calvin menulis, "Saya merasa seolah-olah Allah sendiri dari sorga telah menyuruh saya untuk menghentikan perjalanan saya." Bersama-sama Farel, Calvin berusaha melembagakan sejumlah perubahan dalam pemerintahan kota dan kehidupan keagamaan. Mereka menyusun sebuah buku katekismus dan pengakuan iman; mereka mewajibkan seluruh warga kota itu untuk mengakuinya. Dewan kota menolak pengakuan iman Calvin dan Farel. Pada Januari 1538, mereka mencabut kekuasaan kedua orang tersebut untuk melakukan ekskomunikasi, yaitu sebuah kekuasaan yang mereka anggap penting untuk pekerjaan mereka. Calvin dan Farel menjawabnya dengan memberlakukan larangan umum kepada semua penduduk Jenewa untuk mengikuti Perjamuan Kudus pada kebaktian Paskah. Karena itu, dewan kota pun mengusir mereka dari kota tersebut. Farel kemudian pergi ke Neuchâtel dan Calvin ke Strasbourg.

Selama tiga tahun, Calvin melayani sebagai seorang dosen dan pendeta sebuah gereja dari orang-orang Huguenot, Prancis di Strasbourg. Pada masa pembuangannya itulah, Calvin menikahi Idelette de Bure. Ajaran Calvin juga dipengaruhi oleh Martin Bucer, yang menganjurkan sebuah sistem politik dan struktur gerejawi yang mengikuti pola Perjanjian Baru. Ketika Jacopo Sadoleto, seorang kardinal Katolik, menulis sebuah surat terbuka kepada dewan kota yang isinya mengajak Jenewa untuk kembali ke Gereja induk (Gereja Katolik Roma), jawaban Calvin atas nama kaum Protestan Jenewa yang sedang mengalami berbagai serangan, malah menolong Calvin mendapatkan kembali respek yang telah hilang sebelumnya. Setelah sejumlah pendukung Calvin memenangkan jabatan di Dewan Kota Jenewa, ia diundang kembali ke kota itu pada tahun 1541.

Sekembalinya ke sana, berbekal wewenang untuk menyusun bentuk kelembagaan gereja, Calvin memulai program pembaharuannya. Ia menetapkan empat kategori dalam pelayanan gereja dengan peranan dan kekuasaan yang berbeda-beda. Keempat kategori tersebut adalah:
  • Doktor memegang jabatan dalam ilmu teologi dan pengajaran untuk membangun umat dan melatih orang-orang dalam jabatan-jabatan lain di gereja.
  • Pendeta yang bertugas berkhotbah, melayankan sakramen, dan menjalankan disiplin gereja, mengajar, dan memperingatkan umat.
  • Diaken mengawasi pekerjaan amal, termasuk pelayanan di rumah sakit dan program-program untuk melawan kemiskinan.
  • Penatua, yaitu 12 orang awam yang tugasnya adalah melayani sebagai suatu polisi moral. Mereka mengeluarkan surat-surat peringatan serta, bila perlu, menyerahkan para pelanggar ke Konsistori.
Para pengkritik seringkali menganggap Konsistori sebagai lambang pemerintahan teokratis Calvin. Konsistori adalah sebuah peradilan gerejawi yang terdiri atas sejumlah penatua dan pendeta, yang diberikan kuasa untuk mempertahankan ketertiban di dalam gereja dan di antara para anggotanya. Pelanggaran merentang dari menyebarkan doktrin yang salah hingga pelanggaran moral. Bentuk-bentuk hukuman biasanya bersifat ringan; pelanggar dapat disuruh menghadiri khotbah-khotbah yang disampaikan secara terbuka atau kelas-kelas katekisasi.

Kaum Protestan pada abad ke-16 seringkali dikenai tuduhan oleh pihak Katolik bahwa mereka menciptakan doktrin-doktrin baru dan bahwa inovasi seperti itu mau tidak mau menyebabkan kemerosotan akhlak dan, pada akhirnya, kehancuran masyarakat itu sendiri. Calvin mengklaim bahwa ia ingin menegakkan legitimasi moral dari gereja yang diperbarui sesuai dengan programnya, sekaligus meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan individu, keluarga, dan masyarakat. Dokumentasi yang baru-baru ini ditemukan memperlihatkan perhatian terhadap kehidupan rumah tangga yang harmonis. Untuk pertama kalinya, kaum laki-laki yang selingkuh akan dihukum sama kerasnya dengan kaum wanita.

Konsistori sama sekali tidak memperlihatkan toleransi terhadap pemukulan atau penyiksaan terhadap pasangan (khususnya istri). Peranan Konsistori ini kompleks. Badan ini membantu mentransformasikan Jenewa menjadi kota yang digambarkan oleh reformator Skotlandia, John Knox, sebagai "sekolah Kristus yang paling sempurna yang pernah ada di muka bumi sejak zaman para Rasul."

Namun demikian, tampaknya Calvin tidak bermaksud menggunakan Konsistori untuk mencapai tujuan-tujuan politik atau mempertahankan kontrolnya terhadap kehidupan sipil dan keagamaan di Jenewa. Calvin bergerak dengan cepat untuk menjawab segala pertanyaan yang diajukan mengenai tindakan-tindakannya. Kejadian yang paling menonjol adalah kasus Pierre Ameaux dan Jacques Gruet. Calvin enggan menahbiskan orang-orang Jenewa, karena ia lebih suka memilih pendeta dari arus para imigran Prancis yang masuk ke kota itu dengan maksud semata-mata mendukung program pembaruan Calvin. Ketika Pierre Ameaux mengeluh tentang praktik ini, Calvin menganggapnya sebagai serangan terhadap kewibawaannya sebagai seorang pendeta dan ia membujuk dewan kota untuk memaksa Ameaux untuk berjalan mengelilingi kota dan memohon belas kasihan di lapangan terbuka. Jacques Gruet berpihak dengan sejumlah keluarga Jenewa lama, yang menentang kekuasaan dan metode-metode Konsistori. Ia dipersalahkan dalam suatu insiden di mana seseorang menempatkan sebuah plakat di salah satu gereja di kota itu, yang berbunyi, "Bila orang telah terlalu banyak menderita, balas dendam pun akan dilakukan." Calvin menyetujui supaya Gruet disiksa sampai mati, dengan tuduhan bahwa ia telah bersekongkol dengan sebuah komplotan Prancis untuk menyerang kota itu.

Pada tahun 1553, Michael Servetus (Miguel de Servetus) dijatuhi hukuman mati pada sebuah tiang atas tuduhan menyebarkan ajaran sesat. Servetus dipandang banyak Unitarian sebagai salah seorang pendiri agama mereka. Calvin sendiri meminta dewan, namun gagal, agar hukuman mati itu diubah dari hukuman bakar dengan hukuman mati oleh pedang. Calvin tetap berkuasa hingga ia meninggal. Hukuman mati Servetus merupakan sebuah argumen utama yang digunakan untuk menyerang Calvin sejak masa hidupnya hingga sekarang; meskipun sejumlah sejarahwan percaya bahwa Calvin hanya sial dan tidak bersalah karena intoleransi di antara para Reformator. Ia dan Servetus adalah orang-orang yang paling banyak diserang pada abad ke-16. Nama baik Calvin telah dijelek-jelekkan, sementara Servetus telah terlalu jauh dibersihkan dari kesalahan jauh melampaui titik tolak abad ke-16, bukan abad ke-19.

Pada tahun 1559, Calvin mendirikan sebuah sekolah untuk mendidik anak-anak serta rumah sakit untuk merawat orang miskin. Kesehatan Calvin memburuk ketika ia menderita sakit kepala, pendarahan paru-paru, asam urat, dan batu ginjal. Kadang-kadang, ia harus digotong ke mimbar. Calvin juga mengalami hal-hal yang mengalihkan perhatiannya. Menurut Beza, Calvin hanya makan satu kali sehari selama satu dasawarsa. Namun, atas nasihat dokternya, ia makan telur dan minum segelas anggur pada tengah hari, meskipun ia seorang yang keras menentang konsumsi alkohol yang berlebihan. Menjelang akhir hayatnya, Calvin berkata pada teman-temannya yang kuatir tentang kadar kerjanya sehari-hari, "Apa? Apakah kalian ingin aku menganggur apabila Tuhan menemukan aku saat Ia datang kembali kedua kalinya?"

Calvin meninggal di Jenewa pada 27 Mei 1564. Ia dikuburkan di Cimetière des Rois dengan sebuah batu nisan yang ditandai dengan inisialnya, "J.C", untuk menghormati permintaannya supaya ia dikuburkan di sebuah tempat yang tidak dikenal, tanpa saksi atau pun upacara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar